Mengenal Sejarah Kitab Jurumiyah

Kitab Jurumiyah Bagi kalangan para santri terdengarnya sudah tidak asing Lagi .Kenapa bisa seperti itu? Karena Kitab Jurumiyah merupakan kitab Nahwu yang biasanya  di pelajari oleh santri baru, sebagai dasar pemahaman ilmu alat.maksud dari ilmi alat itu , kitab jurumiyah pada dasarnya mempelajari tata cara membaca kitab kuning ( struktur bahasa arap)

Mengenal Sejarah Kitab Jurumiyah
Al-Jurumiyah
Kitab Jurumiyah di anggit oleh Syeikh Ibnu Ajurrûm, Syeikh Ibnu Ajurrûm adalah Abu Abdillah Muhammad bin Muhammad bin Dawud Al-Shinhâji, dengan mengkasrahkan huruf Shod, bukan dengan memfathahkannya seperti yang sering disebutkan oleh sebagian kalangan.

Seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hamîdi, kalimat Al-Shinhâji ini dinisbatkan kepada salah satu kabilah yang berada di Negeri Maroko yaitu kabilah Shinhâjah. 

Nama kabilah Shinhâjah kemudian dikenal sebagai Ibnu Ajurrûm. Asal Kata Ajurrûm menurut Ibnu ‘Imad Al-Hanbaly dalam kitab Syadzarât Al-Dzahab formulasinya dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf  Ro.

Menurut Syeikh Shalih Al-Asmary  dalam kitabnya “Idhôh Al- Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”, beliau menyebutkan bahwa kata Ajurrûm ini setidaknya memiliki lima aksen (penegasan makna kata) yang berbeda dalam memformulasikan kelima huruf Hijaiyah ini.

Pertama, di nukil dari riwayat Ibnu ‘Anqô’ yang dikuatkan oleh Imam Suyuthi dalam Bughyat Al-Wu’ât yaitu dengan memfathahkan huruf Alif mamdûdah, mendhommahkan huruf Jim dan mentasydidkan huruf Ro, sehingga dibaca Ajurrûm.
Download Kitab Jurumiyah Ma'na Pondok
Terjemah Jawa

Kedua, aksen yang di nukil dari riwayat Al-Jamal Al-Muthoyyib yaitu dengan memfathahkan huruf Jim, jadi dibaca Ajarrûm.

Ketiga, pendapat yang dinukil oleh Ibnu Ajurrûm sendiri yang ditulis oleh Ibnu Al-Hajjaj dalam kitab “Al-Aqdu Al-Jauhary” dengan formulasi huruf Hamzah tanpa dipanjangkan yang difathahkan, huruf Jim yang disukunkan dan huruf Ro tanpa syiddah jadi dibaca Ajrûm.

Keempat, Aksen yang ditulis oleh Ibnu Maktum dalam Tadzkirohnya yaitu Akrûm, bukan dengan huruf Jim melainkan dengan huruf Kaf.

Kelima, yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ bahwa banyak orang membacanya dengan menghapus huruf Hamzahnya sehingga dibaca Jurrûm.

Kata Ajurrûm ini, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Anqô’ dan dikuatkan oleh Imam Shuyuthi dan Ibnu Al-Hâj, berasal dari bahasa Barbarian -sebuah bangsa yang mayoritas kabilahnya menempati pegunungan di wilayah Afrika bagian selatan- yang berarti Al-Faqîr Al-Shûfy.

Syekh Ibnu Ajurrûm dilahirkan di kota Fasa - sebuah kota besar di Negara Maroko– pada tahun 672 H dan wafat di kota Fasa juga. pada hari Senin ba’da Dzuhur, 20 Shafar 723 H.

Beliau menimba ilmu di Fasa, hingga pada suatu hari beliau bermaksud untuk menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Ketika melewati Mesir, beliau singgah di Kairo dan menuntut ilmu kepada seorang ulama nahwu termasyhur asal Andalusia, yaitu Abû Hayyân - pengarang kitab Al-Bahru Al-Muhith - sampai mendapat restu untuk mengajar dan dinobatkan sebagai salahsatu imam dalam ilmu gramatikal bahasa arab atau ilmu nahwu.

Selain terkenal sebagai ulama nahwu, beliau juga terkenal sebagai ahli fikih, sastrawan dan ahli matematika, di samping itu beliau menggeluti ilmu seni lukis, kaligrafi dan tajwid. Karyanya yang dipersembahkann berupa kitab-kitab yang ia karang dalam bentuk arjuzah, bait-bait nadzam dalam ilmu qiro’at dan lain sebagainya. Dua diantara karyanya yang terkenal adalah kitab “Farâ’id Al-Ma’âni fî Syarhi Hirzi Al-Amâni dan kitab “Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah”.

Dalam penamaannya kitab ini dikenal dengan nama yang dinisbatkan kepada pengarangnya, sehingga kitab ini dikenal dengan nama Al-Ajurrûmiyyah atau Al-Jurmiyyah. Sebagaimana tatacara penisbatan dalam gramatikal bahasa arab bahwa murokkab idhofi (kata kompleks) yang disandarkan seperti kata Ibnu Ajurrûm pada bab nisbat biasanya dihapus awal katanya dan dinisbatkan pada kata kedua. 

(lihat Alfiah Ibnu Malik, Bab Nasab bait 870-871).

Kitab ini dikenal juga dengan nama Al-Muqaddimah Al-Ajurrûmiyyah atau Muqaddimah Ibnu Ajurrûm. Dinamakan Muqaddimah karena bentuk karangannya adalah muqaddimah atau dalam bahasa indonesianya bentuk karangan prosa bukan berupa bait-bait nadzam.

Selain tidak memberi nama khusus pada kitabnya, Ibnu Ajurrûm juga tidak menyebutkan kapan kitab ini dikarang sehingga para penulis biography tidak mengetahui secara pasti kapan kitab ini disusun. Hanya saja Ibnu Maktum yang sejaman dengan Ibnu Ajurrûm dalam Tadzkirahnya menyebutkan bahwa kitab itu dikarang sekita tahun 719 H.

Adapun tempat penulisan kitab ini, Al-Râ’i, Ibnu Al-Hâj dan Al-Hamîdy meriwayatkan bahwa Ibnu Ajurrûm mengarang kitab ini sepanjang perjalanan beliau menuju Makkah. Imam Suyuthy dalam Bughyat Al-Wu’ât menyebutkan bahwa Ibnu Ajurrûm berkiblat pada ulama Kufah dalam karangan nahwunya. 

Hal ini dibuktikan dalam pembahasan asma’ al-khamsah yang merupakan pendapat ulama Kufah, sedang ulama Bashrah menambahkannya menjadi asma’ al-sittah. Hal lain yang mengindikasikan ke-Kufah-annya adalah dengan memasukan “kaifama” dalam jawazim, adalah hal yang ditentang oleh ulama Bashrah.

Kitab ini mendapat apresiasi yang sangat besar baik dari kalangan para ulama maupun para murid. Bentuk apresiasi ini terlihat dari munculnya para ulama yang menciptakan bait-bait nadzam, syarah dan komentar dari kitab ini. Pengarang kitab “Kasyfu Al-Dzunûn” menyebutkan bahwa diperkirakan lebih dari sepuluh kitab yang menjadi nadzam, syarah, dan komentar dari kitab ini.

Diantara yang menciptakan bait-bait nadzam dari kitab ini adalah Abdul Salam Al-Nabrâwy, Ibrahim Al-Riyâhy, ‘Alâ Al-Dîn Al-Alûsy dan yang paling terkenal adalah kitab “Matnu Al-Durrah Al-Bahiyyah” karangan Syarafuddin Yahya Al-‘Imrîthy.

Adapun yang menjadi syarah kitab ini diantaranya adalah;

1.Kitab “Al-Mustaqil bi Al-Mafhumiyyah fi Syarhi Alfadzi Al-Ajurrûmiyyah” yang dikarang oleh Abi Abdillah Muhammad bin Muhammad Al-Maliky yang dikenal sebagai Al-Ra’î Al-Andalusy Al-Nahwy Al-Maghriby.

2.Kitab “Al-Durrah Al-Nahwiyyah fî Syarhi Al-Ajurrûmiyyah” karangan Muhammad bin Muhammad Abi Ya’lâ Al-Husainy Al-Nahwy.

3.Kitab “Al-Jawâhir Al-Mudhiyyah fî halli Alfâdz Al-Ajurrûmiyyah” karangan Ahmad bin Muhammad bin Abdul Salam.

Al-Hamidy dalam hasyiahnya menceritakan bahwa Ibnu Ajurrûm setelah selesai mengarang kitab ini, beliau melemparkan kitabnya ke laut dan berkata: “Jika kitab ini murni karena mengharap ridha Allah maka ia tidak akan basah”, dan kitab itu tetap kering.
Wallahu a’lam